Selasa, 23 November 2010

Dzikir dan Syukur

Allah ta’ala berfirman,
”Ingatlah kepada-Ku, Aku juga akan ingat kepada kalian. Dan bersyukurlah kepada-Ku, janganlah kalian kufur.” (QS. Al Baqarah [2] : 152).

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah menjelaskan,”Dzikir kepada Allah ta’ala yang paling utama adalah dengan menyesuaikan isi hati dengan dzikir yang diucapkan oleh lisan. Itulah dzikir yang dapat membuahkan ma’rifatulloh, rasa cinta kepada-Nya, dan pahala yang melimpah dari-Nya.

Dzikir adalah bagian terpenting dari syukur. Oleh sebab itu Allah memerintahkannya secara khusus, kemudian sesudahnya Allah memerintahkan untuk bersyukur secara umum. Allah berfirman yang artinya,”Maka bersyukurlah kepada-Ku”. Yaitu bersyukurlah kalian atas nikmat-nikmat ini yang telah Aku karuniakan kepada kalian dan atas berbagai macam bencana yang telah Aku singkirkan sehingga tidak menimpa kalian. …”

Disebutkannya perintah untuk bersyukur setelah penyebutan berbagai macam nikmat diniyah yang berupa ilmu, penyucian akhlaq, dan taufik untuk beramal, maka itu menjelaskan bahwa sesungguhnya nikmat diniyah adalah nikmat yang paling agung. Bahkan, itulah nikmat yang sesungguhnya. Apabila nikmat yang lain lenyap, nikmat tersebut masih tetap ada.

Sudah selayaknya setiap orang yang telah mendapatkan taufik (dari Allah) untuk berilmu atau beramal untuk bersyukur kepada Allah atas nikmat itu. Hal itu supaya Allah menambahkan karunia-Nya kepada mereka. Dan juga, supaya lenyap perasaan ujub (kagum diri) dari diri mereka. Dengan demikian, mereka akan terus disibukkan dengan bersyukur.”

Karena lawan dari syukur adalah ingkar/kufur, Allah pun melarang melakukannya.
Allah berfirman (yang artinya),”Dan janganlah kalian kufur”. Yang dimaksud dengan kata ‘kufur’ di sini adalah yang menjadi lawan dari kata syukur. Maka, itu berarti kufur di sini bermakna tindakan mengingkari nikmat dan menentangnya, tidak menggunakannya dengan baik. Dan bisa jadi maknanya lebih luas daripada itu, sehingga ia mencakup banyak bentuk pengingkaran. Pengingkaran yang paling besar adalah kekafiran kepada Allah, kemudian diikuti oleh berbagai macam perbuatan kemaksiatan yang beraneka ragam jenisnya dari yang berupa kemusyrikan sampai yang ada di bawah-bawahnya.”4

Adh Dhahak bin Qais mengatakan,”Ingatlah kepada Allah di saat senang, niscaya Dia akan mengingat kalian di saat sulit.”5

Ada lelaki berkata kepada Abud Darda’,”Berilah saya wasiat.” Maka Beliau menjawab,”Ingatlah Allah di waktu senang, niscaya Allah ‘azza wa jalla akan mengingatmu di waktu susah.”6.

Dzikir dan Syukur penopang tegaknya Dinul Islam

Al ‘Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan di dalam sebuah kitabnya yaitu Al Fawa’id, ”Bangunan Din ini ditopang oleh dua kaidah : Dzikir dan Syukur. Allah ta’ala berfirman (yang artinya),”Ingatlah kepada-Ku, Aku juga akan ingat kepada kalian. Dan bersyukurlah kepada-Ku, janganlah kalian kufur.” (QS. Al Baqarah [2] : 152).”

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Mu’adz,”Demi Allah, aku benar-benar mencintaimu. Maka janganlah kamu lupa untuk membaca doa di setiap akhir sholat : ‘Allahumma a’innii ‘ala dzikrika wa syukrika, wa husni ‘ibaadatik.’ (Ya Allah, bantulah aku untuk mengingat-Mu dan bersyukur kepada-Mu, serta agar bisa beribadah dengan baik kepada-Mu)”7.

Bukanlah yang dimaksud dengan dzikir di sini sekedar berdzikir dengan lisan. Namun, dzikir dengan hati sekaligus dengan lisan. Berdzikir / mengingat Allah mencakup mengingat nama-nama dan sifat-sifat-Nya, mengingat perintah dan larangan-Nya, mengingat-Nya dengan membaca firman-firman-Nya. Itu semua tentunya akan melahirkan ma’rifatullah (pengenalan terhadap Allah), keimanan kepada-Nya, serta keimanan kepada kesempurnaan dan keagungan sifat-sifat-Nya. Selain itu, ia akan membuahkan berbagai macam sanjungan yang tertuju kepada-Nya. Sementara itu semua tidak akan sempurna apabila tidak dilandasi dengan ketauhidan kepada-Nya. Maka dzikir yang hakiki pasti akan melahirkan itu semuanya. Dan ia juga akan melahirkan kesadaran mengingat berbagai macam kenikmatan, anugerah, serta perbuatan baik-Nya kepada makhluk-Nya.”

Adapun syukur adalah mengabdi kepada Allah dengan mentaati-Nya, mendekatkan diri kepada-Nya dengan hal-hal yang dicintai-Nya, baik yang bersifat lahir ataupun batin. Dua perkara inilah simpul ajaran agama. Mengingat-Nya akan melahirkan pengenalan (hamba) kepada-Nya.Dan dalam bersyukur kepada-Nya terkandung ketaatan kepada-Nya. Kedua perkara ini lah tujuan diciptakannya jin dan manusia, langit dan bumi serta segala sesuatu yang berada di antara keduanya. Lawan dari tujuan ini adalah berupa kebatilan (kesia-siaan) dan main-main belaka. Allah Maha tinggi dan Maha suci dari perbuatan semacam itu. Seperti itu lah anggapan buruk yang ada pada diri musuh-musuh-Nya.”

Allah ta’ala berfirman yang artinya,”Dan tidaklah Kami menciptakan langit dan bumi serta apa-apa yang ada di antara keduanya sia-sia, itulah yang disangka oleh orang-orang kafir itu.” (QS. Shad [38] : 27).

Allah ta’ala berfirman yang artinya,”Dan tidaklah Kami menciptakan langit dan bumi serta apa yang berada di antara keduanya sekedar bermain-main saja. Tidaklah Kami menciptakan keduanya kecuali dengan tujuan yang benar.” (QS. Ad Dukhan [44] : 38-39).

Allah ta'alaberfirman setelah menyebutkan tanda-tanda kebesaran-Nya di awal surat Yunus yang artinya,”Tidaklah Allah menciptakan hal itu semua kecuali dengan maksud yang benar.” (QS. Yunus [10] : 5).

Allah ta'ala berfirman yang artinya,”Apakah manusia mengira dia ditinggalkan begitu saja.” (QS. Al Qiyamah [75] : 36).

Allah ta'ala berfirman pula yang artinya,”Apakah kalian mengira kalau Kami menciptakan kalian hanya sia-sia dan kalian tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (QS. Al Mu’minun [23] : 115).

Allah ta'ala berfirman yang artinya,”Dan tidaklah Kami menciptkan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat [51] : 56)

Maka dengan disebutkannya ayat-ayat tersebut telah terbukti bahwasanya tujuan penciptaan dan perintah ialah agar Allah diingat dan disyukuri. Sehingga Dia akan selalu diingat dan tidak dilupakan. Akan selalu disyukuri dan tidak diingkari. Allah Yang Maha suci akan mengingat siapa saja yang mengingat diri-Nya. Dan Allah juga akan berterima kasih (membalas kebaikan) kepada siapa saja yang bersyukur kepada-Nya.

Mengingat Allah adalah sebab Allah mengingat hamba. Dan bersyukur kepada-Nya adalah sebab Allah menambahkan nikmat-Nya. Maka dzikir lebih terfokus untuk kebaikan hati dan lisan. Syukur dari hati dalam bentuk rasa cinta dan taubat yang disertai ketaatan.

Adapun di lisan, syukur itu akan tampak dalam bentuk pujian dan sanjungan. Dan syukur juga akan muncul dalam bentuk ketaatan dan pengabdian oleh segenap anggota badan.”8.


4 Taisir Karimir Rahman, hal. 74
5 Jami’ul ‘Ulum, hal. 248.
6 Jami’ul ‘Ulum, hal. 248.
7 HR. An Nasa’i [1303] dalam pembahasan Sujud Sahwi, Abu
Dawud [1522] dalam pembahasan Sholat, dan Ahmad [21614] dari
jalan Abdurrahman Al Hubla dari Ash Shonabihi dari Mu’adz bin
Jabal, disahihkan Al Albani dalam Sahih Sunan Abu Dawud. (Tahqiq
Al Fawa’id)
8 Al Fawa’id, hal. 124-125

0 komentar:

Posting Komentar