Rabu, 29 Oktober 2014


CARA BERFIKIR SEORANG MUKMIN DALAM 
MENGHADAPI HIDUP
Kehidupan adalah sesuatu yang mahal, yang harus dijalani dengan hati-hati, karena kehidupan ini akan berakhir pada 2 pilihan yaitu surga atau neraka. Kehidupan juga tidak akan pernah kembali, waktu yang telah berlalu tidak akan mungkin diulang kembali, walau sedetikpun. Oleh karena itu seorang mukmin harus mempunyai cara berfikir yang benar dalam menghadapi kehidupan dunia ini. Benarnya cara berfikir seseorang tersebut akan menghasilkan pula cara bersikap dan berperilaku yang benar. Demikian juga sebaliknya salahnya cara berfikir seseorang dalam menghadapi hidup juga akan menghasilkan sikap dan perilaku yang salah. Sikap dan perilaku seseorang itu sangat ditentukan oleh cara berfikirnya. Oleh karena itu kalau kita ingin mengubah perilaku seseorang, maka ubahlah lebih dulu cara berfikirnya.
Cara berfikir seorang mukmin yang benar dalam menghadapi kehidupan ada 2 macam yaitu :
1.   Cara berfikir TERBAIK
Ini adalah berangkat dari pertanyaan dasar yang mesti ada disetiap dada manusia. Pertanyaan tersebut adalah : UNTUK APA SAYA DICIPTAKAN OLEH ALLOH HIDUP DIDUNIA INI?
Dari pertanyaan ini maka jawabannya sudah jelas yaitu : tujuan hidup kita manusia diciptakan Alloh didunia adalah Hanya untuk beribadah kepada Alloh SWT. Sesuai firman Alloh SWT dalam Alqur’an surat Adzariyat ayat 56 :
“ Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku “.

Jadi manusia hidup didunia hanya dengan satu tujuan yaitu untuk tunduk dan taat dalam semua sisi kehidupan dengan menjalankan syariat Alloh SWT. Itulah yang dimaksud ibadah.
Ketika seorang mukmin sudah memahami hal ini, maka dia harus berusaha menghadirkan pemahaman ini dalam setiap keadaan dan disemua tempat dia berada. Maka ketika seorang mukmin selalu sadar akan tujuan hidupnya untuk taat kepada Alloh, dan perasaan ini dijaga dan dihadirkan terus menerus disetiap keadaannya, maka akan lahir pada diri orang tersebut cara berfikir yang terbaik. Apa itu ? Yaitu cara berfikir yang selalu mendahulukan hak Alloh SWT dari pada hak dirinya sendiri. Atau dengan kata lain selalu berfikir mendahulukan kewajibannya kepada Alloh daripada hak dirinya sendiri.
Sebagai akibatnya maka orang tersebut akan berusaha selalu untuk menyempurnakan amal. Dia berusaha terus meneliti masih adakah kewajiban-kewajibanya yang belum terselesaikan atau belum diamalkan. Sehingga waktu bagi seorang mukmin hanyalah berpindahnya dari satu amal sholeh kepada amal sholeh berikutnya…betapa indahnya kalau kita memiliki cara berfikir yang seperti ini.
Kalau manusia selalu memenuhi kewajibannya kepada Alloh maka sudah tentu dan pasti Alloh SWT akan menyempurnakan hak-hak hamba tersebut, walau hamba tersebut tidak meminta sekalipun. Maka ini sesuai dengan hadist : “ Jagalah Alloh SWT maka pasti Alloh SWT akan menjagamu…”.  Baik dijaga dalam hal dunianya maupun dalam imannya. Imam Qotadah rohimahulloh mengatakan : “ ketika seseorang dijaga Alloh maka orang tersebut bersama pengawal yang tidak pernah tidur, bersama pasukan yang tidak akan terkalahkan dan bersama pemberi petunjuk yang tidak akan menyesatkan “..
Ketika seorang mukmin sudah memiliki cara berfikir terbaik ini, maka akan lahir pula pada dirinya cara bersikap dan perilaku yang terbaik. Yaitu dia akan merasakan semua bentuk ibadah kepada Alloh ( perintah atau larangan ) akan dia rasakan sebagai KEBUTUHAN dan bukan sebagai beban. Tapi sebaliknya jika dia cara berfikirnya terburuk yaitu mendahulukan hak dirinya dari pada kewajibannya kepada Alloh.  Maka orang tersebut akan merasakan semua bentuk ibadah adalah sebagai BEBAN.. walau itu ibadah paling ringan sekalipun akan dia rasakan sebagai beban.
Tapi seorang yang berfikirnya terbaik akan merasakan ibadah adalah kebutuhan, kita butuh untuk selamat dunia akhirat, kita butuh untuk bahagia dunia dan akhirat, maka kita harus taat dan tunduk kepada Alloh SWT. Sehingga seorang mukmin memahami waktu yang diberikan Alloh kepada dirinya adalah dimanfaat betul sebaik sebaiknya untuk beramal dan terus beramal dengan ikhlas dan sesuai sunnah. Waktu tidak dibuang percuma untuk hal-hal yang tidak bermanfaat, apalagi untuk bermaksiat kepada Alloh SWT. Ini akan menghasilkan sikap istiqomah dan memperbaiki amal. Waktunya jadi sangat berharga, karena waktu tidak akan diulang kembali. Inilah yang dimaksud cara berfikir terbaik dalam menghadapi kehidupan.

2.  Cara berfikir CERDAS
Berangkat dari pertanyaan dasar yang mesti ada disetiap dada manusia yaitu : “ KEMANAKAH AKU SETELAH DARI DUNIA INI ?”.
Maka jawabannya adalah jelas, kita akan menuju ke negeri akhirat untuk mempertanggung jawabkan segala amal perbuatan yang telah kita kerjakan. Cara berfikir cerdas juga berangkat dari hadist sohih : “ Al-Kayyisu man daana nafsahu wa amila lima ba’dal maut..”
Artinya : “ orang yang cerdas adalah orang yang selalu intropeksi terhadap dirinya atau jiwanya, dan dia selalu beramal untuk kepentingan sesudah matinya..”. juga dari firman Alloh SWT dalam Al-qur’an surat Al-Hasyr ayat 18 :
Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Alloh dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah dipersiapkan untuk hari esok ( akhirat ). Dan bertaqwalah kepada Alloh. Sesungguhnya Alloh akan mengabarkan apa yang telah kamu kerjakan “. ( QS. 59 : 18 ).
Jadi cara berfikir cerdas adalah seorang mukmin sadar bahwa hidup didunia adalah sementara dan nanti akan berangkat menuju ke akhirat. Maka dia hidup didunia akan berusaha mencari bekal untuk persiapan hari akhiratnya. Dan bekal tersebut adalah taqwa ( tunduk dan taat kepada Alloh ). Dalam surat Al-Hasyr ayat 18 diatas, Alloh sebenarnya memerintahkan orang yang beriman untuk merencanakan dengan perencanaan matang akan keselamatan hari akhiratnya. Yaitu dengan meningkatkan amal sejak dia hidup didunia ini. Amalnya makin disempurnakan dan makin meningkat dari waktu ke waktu.
Yang kita herankan adalah kenapa kalau untuk urusan dunia, manusia demikian merencanakan dengan sungguh-sungguh dan rinci, bahkan terkadang untuk waktu yang belum datang saja segala keinginan dunianya sudah terinci memenuhi kepalanya. Tapi kenapa kalau untuk urusan akhiratnya ndak pernah terfikir dan terencana sama sekali… apakah ini bukan sesuatu yang mengherankan?. Padahal hidup ini akan menuju ke akhirat..
Maka seorang yang berfikiran cerdas adalah dia akan berusaha sungguh-sungguh dan merencanakan bekal akhiratnya dengan terus menerus meningkatkan amal, mencintai akhirat dan mengurangi kecintaannya kepada dunia.  Sesuai firman Alloh SWY dalam Al-qur’an surat Al-Isroo’ ayat 19 :
Artinya : “ Barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha kearah sana dengan sungguh-sungguh dan dia adalah mukmin, maka mereka itulah orang-orang yang usahanya dibalas dengan baik “. ( QS : 17 : 19 ).
Dari ayat diatas, supaya kita bisa mendapatkan kebahagiaan akhirat maka syaratnya dua yaitu :
1.   Berusaha dengan sungguh-sungguh ( bukan sekedar ingin saja tapi diiringi dengan usaha sungguh-sungguh ).
2.   Beriman ( imannya kepada Alloh bersih dari kekafiran dan kemusyrikan, imannya pada Rosul dengan cara mengikuti sunnah, bersih dari bid’ah ).

Demikianlah yang dimaksud cara berfikir cerdas.. sebagaimana perkataan sohabat Umar bin Khottob RA. : “ hisablah dirimu sebelum kamu dihisab...”
Dalam hadist riwayat Imam Attitrmidzi Rosulloh SAW bersabda :
" Orang yg takut pada Alloh akan persiapan lebih awal, orang yg berangkat lebih awal akan lebih dulu sampai, sesungguhnya dagangan Alloh itu mahal, sesungguhnya dagangan Alloh itu Surga ".
Ini akan menghasilkan pada diri seorang mukmin, jiwa yang semangat dan bersungguh-sungguh dalam menjalankan perintah Alloh maupun menjauhi laranganNYA. 

Sabtu, 03 Agustus 2013

TAMU ITU AKAN PERGI

Duhai jiwa…
Betapa kesedihan ini begitu terasa pilu
Didalam lubuk hati yang paling dalam
Begitu banyak aku telah melalaikanmu
Ketika engkau selalu mendampingiku
Begitu banyak lemahnya semangatku
Ketika engkau selalu bersama mengajariku
Begitu banyak aku lewati waktu dengan kealpaan
Ketika engkau selalu mengingatkanku akan berharganya waktu
Dan begitu banyak nampak dosa dan kesalahanku
Ketika engkau mengajak bercermin untuk melihat diriku

Duhai Romadhon…
Betapa banyak engkau berikan pelajaran berharga kepadaku
Engkau ajarkan kepadaku untuk mengerti hakekat kehidupan
Engkau ingatkan kepadaku tentang bekal yang mesti aku bawa
Engkau bimbing aku untuk selalu mengerti tentang kesabaran
Engkau ajak aku bercermin melihat dosa dan kesalahan
Engkau ingatkan aku agar selalu memohon ampunan
Engkau ajarkan kepadaku tentang begitu berharganya waktu
Dan engkau perintahkan padaku untuk istiqomah dalam perjalanan

Duhai Romadhon…
Engkau adalah tamuku
Yang kedatanganmu selalu aku rindukan
Engkau adalah guruku
Yang mengajari dan membimbingku
Engkau adalah cerminku
Yang denganmu aku melihat kekuranganku
Dan… sekarang engkau akan pergi meninggalkanku
Begitu terasa manis kenangan bersamamu
Begitu membekas apa yang telah engkau tinggalkan untukku

Ya Alloh Ya Robbii…
Di penghujung waktu yang tersisa
Hamba bersimpuh dihadapanMU
Dengan tengadah tangan dan tetesan air mata
Hamba memohon ampunanMU
Hamba memohon ridhoMU di hidup dan matiku
Terimalah Ya Alloh…
Ibadah puasa dan amalku dengan segala kekurangannya
Hamba hanya memohon mengharap kepadaMU
Semoga engkau berkenan mempertemukanku
Dengan Romadhon tahun depan ..InsyaAlloh. amiin.

Sabtu, 29 Oktober 2011

Mus'ab bin Umair, menjual dunianya untuk akhiratnya


Mush’ab bin Umair bin Hashim bin Abd Manaf bin Abdil Daar bin Qushai bin Kilab bin Murrah Al-Qurasyi Al-Abdary. Panggilannya adalah Abu Abdillah. Dia adalah sahabat Rasulullah SAW yang sangat terkenal dan menjadi teladan bagi umat islam sepanjang zaman.
Mus’ab bin umair adalah salah seorang di antara sahabat Nabi Muhammad SAW. Ia bagaikan mawar suku Quraisy, yang terpandai dan tertampan. Para ahli sejarah melukiskannya sebagai “penduduk Mekah yang sangat mempesona.”
Ia lahir dan dibesarkan dalam kemewahan serta tumbuh dalam keadaan yang serba kecukupan. Mungkin tidak ada seorang anak-anak pun di Mekah yang dimanjakan oleh kedua orang tuanya seperti yang dialami Mus’ab bin Umair. Anak muda yang periang ini, hidup mewah dan dimanjakan oleh kedua orang tuanya serta menjadi Buah bibir gadis-gadis Mekkah. Ia pun merupakan permata kaumnya yang disegani dan dihormati.

Keislaman dan kehidupannya setelah masuk islam

Suatu hari, Mus'ab bin Umair mendengar berita yang telah tersebar di kalangan penduduk mekkah mengenai Muhammad Al-Amin, bahwa Allah telah mengutusnya sebagai pembawa berita gembira dan peringatan untuk mengajak mereka menyembah kepada Allah SWT. Ketika perhatian penduduk Mekkah terpusat pada berita itu, tidak ada yang menjadi pembicaraan mereka selain Nabi Muhammad SAW dan ajarannya. Mush’ab sendiri merupakan pendengar yang penuh perhatian.
Ia telah sering mendengar kalau Nabi SAW dan para pengikutnya biasa mengadakan pertemuan di suatu tempat yang jauh dari gangguan para pemimpin Quraisy yaitu di Ash-Shafa di rumah Al-Arqam bin Al-Arqam (Daar Al-Arqam). Dia tidak membuang waktu dan pada suatu malam pergi ke Darul Arqam dengan perasaan rindu dan khawatir. Di sana, Nabi Muhammad SAW bertemu dengan para sahabat, membacakan ayat-ayat Al-Qur’an dan shalat. Ketika Mush’ab baru duduk dan merenungkan ayat-ayat Al-Qur’an yang dibacakan oleh Nabi Muhammad SAW, hatinya menjadi terpesona dan kagum.
Hampir saja ia terangkat dari tempat duduknya karena dipenuhi oleh perasaan gembira yang luar biasa. Tapi Rasulullah SAW menepuk dadanya dengan tangan kanannya, hingga hatinya menjadi tenang dan damai bagaikan kedalaman laut yang tenang. Dalam sekejap mata, pemuda yang baru saja memeluk islam itu tampak lebih bijaksana jika dibandingkan umurnya yang masih muda dan mempunyai kebulatan tekad yang mampu mengubah perjalanan sejarah.
Ibunda Mush’ab yaitu khunas binti Malik yang ditakuti oleh para penduduk Mekkah karena memiliki kepribadian yang kuat. Ketika Mush’ab memeluk islam, tidak ada satu orang pun yang ditakutinya di dunia ini selain ibunya. Bahkan penduduk mekkah beserta semua berhala-berhalanya, para bangsawan dan padang pasir menantangnya, ia akan menghadapinya. Tetapi untuk berselisih dengan ibunya merupakan sesuatu yang tidak mungkin, sehingga ia berpikir dan akhirnya memutuskan untuk menyembunyikan keislamannya sampai Allah menghendaki. Ia senantiasa pergi ke Darul Arqam dan mendapat pelajaran dari Nabi Muhammad . Ia merasa puas dan bahagia dengan keimanannya dan dapat menghindari kemarahan ibunya yang belum mengetahui keislamannya.
Bagaimanapun, kota Mekkah pada saat itu tidak dapat menyimpan rahasia. Mata dan telinga kaum Quraisy di mana-mana, bersiap dan mengikuti setiap jejak kaki di tanahnya. Pada waktu itu, Utsman bin Thalhah, melihatnya memasuku rumah Al-Arqam secara sembunyi-sembunyi, lalu pada hari yang lain ia melihatnya shalat seperti muhammad. Segera ia menyampaikan kepada ibu Mush’ab, yang merasa kaget atas berita tersebut.
Mush’ab berdiri di depan ibunya serta para penduduk dan bangsawan mekkah yang berkumpul mengelilinya, menyampaikan kepada mereka kebenaran yang tidak terbantah dan membacakan ayat-ayat Al-Qur’an yang telah mencucikan hatinya dan mengisinya dengan kemuliaan, kebijaksanaan, kejujuran dan ketakwaan.
Ketika ibunya bermaksud menamparnya, tangannya yang bagaikan anah panah tiba-tiba luluh pada sebuah kekuatan cahaya yang membuat wajah Mush’ab telah bersinar dengan keagungan. Bagaimanapun, ibunya yang berada di bawah tekanan tradisi turun-temurun, tidak jadi memukulnya, meskipun menjadi kekuasaannya untuk membela tuhan-tuhan yang telah ditinggalkan anaknya. Sebagai gantinya, ia membawa Mush’ab ke salah satu sudut rumah dan mengurungnya. Mush’ab dikurung di sana sampai akhirnya ia mendengar berita tentang hijrahnya beberapa orang muslim ke Habsy. Ia mencari akal dan berhasil memperdaya ibu serta para penjaganya lalu pergi ke Habsy.
Ia tinggal di sana bersama kaum muslimin yang lain, kemudian kembali ke Mekkah. Ia juga ikut hijrah yang kedua kalinya bersama para sahabat atas perintah Rasulullah SAW. Baik di Mekkah maupun di Habsy, keimanannya makin bertambah.
Mush’ab merasa yakin bahwa hidupnya telah cukup baik untuk dipersembahkan sebagai pengorbanan kepada sang pencipta dan Penguasa alam semesta. Pada suatu hari ia tampil di hadapan kaum muslimin yang sedang duduk di sekitar Nabi Muhammad SAW, dan ketika mereka melihatnya mereka menundukkan kepala dan meneteskan air mata, karena melihatnya mengenakan jubah yang telah usang. Mereka mengingatkan penampilannya sebelum masuk islam di mana pakaiannya bagaikan bunga-bunga taman, sangat bagus dan harum.
Nabi Muhammad SAW menyaksikannya dengan pandangan yang penuh arti, rasa syukur dan cinta, dan bibirnya tersungging dengan anggun seraya berkata: “saya melihat Mush’ab dahulu, tidak ada anak-anak di mekkah yang dimanja orang tuanya seperti dia. Tetapi sekarang ia menanggalkan semuanya demi cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.”
Ibunya telah menghentikan semua kesenangan yang pernah diperolehnya, karena ia tidak dapat mengembalikan Mush’ab kepada agamanya. Ia menolak siapa pun yang telah meninggalkan berhalanya untuk memakan makanannya, bahkan oleh anak kandungnya sendiri. Hubungan terakhir antara ibunya dan Mush’ab adalah ketika ibunya hendak mengurungnya yang kedua kali setelah kembali dari Habsy dan ia berjanji bahwa jika ibunya melakukan hal tersebut maka ia akan membunuh orang-orang suruhan ibunya. Ketika tahu kebulatan tekad putranya yang telah mengambil keputusan, maka ia-pun melapaskan Mush’ab dengan tetesan air mata.
Peristiwa tersebut melukiskan kegigihan ibunya yang berusaha mempertahankan kekafiran serta sebaliknya kesetiaan dan ketaatan Mush’ab mempertahankan keimanan. Ketika ibunya berkata kepada Mush’ab—pada saat mengusirnya dari rumah: “pergilah! aku bukan ibumu lagi.” Maka Mush’ab menghampiri ibunya dan berkata: “ wahai ibuku, saya telah menasihati dan mengasihanimu, mohon saksikanlah bahwa tiada sesembahan yang haq kecuali Allah dan muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.” Ibunya menyahut kepadanya dengan sangat marah: “Demi bintang, aku tidak akan pernah memeluk agamamu, menurunkan statusku dan melemahkan pikiranku.”
Mush’ab pun meninggalkan hidup penuh kesenangan dan memilih hidup miskin dan sengsara. Ia merasa puas dengan kehidupan keras yang belum pernah dialami sebelumnya, mengenakan pakaian yang usang, makan sehari dan menderita lapar beberapa hari. Semangat ini, yang telah didasari oleh keimanan yang kuat, dihiasi oleh cahaya ilahi dan telah mengubah dirinya menjadi seorang manusia dan pribadi yang lain.

Keberhasilannya dalam berdakwah

Ketika ia berada pada keadaan ini, Rasulullah SAW mengangkatnya untuk sebuah misi besar dalam hidupnya, yaitu menjadi duta ke Madinah. Misinya adalah mengajar kaum Anshar yang telah beriman dan bai’at kepada Rasulullah SAW di Aqabah, mengajak yang lain untuk masuk islam dan mempersiapkan penyambutan hijrah Rasulullah SAW. Pada saat itu terdapat beberapa sahabat Rasulullah SAW yang lebih tua, lebih berpengaruh dan lebih dekat hubungan kekeluargaannya dengan Rasulullah SAW dibanding Mush’ab. Tetapi beliau memilih Mush’ab yang baik dan mempercayakan tugas penting pada saat itu, menyerahkan ke tangannya nasib islam di Madinah, suatu kota yang ditakdirkan menjadi tempat hijrah, batu loncatan para da’i islam dan pembebas masa depan.
Mush’ab memikul tugas dan kepercayaan yang telah diberikan Allah kepadanya serta melengkapinya dengan pikiran yang cerdas berbudi luhur. Ia berhasil mengambil hati penduduk Madinah dengan sifat zuhud, jujur dan hati yang tulus. Sehingga mereka berduyun-duyun memeluk agama islam. Ketika Rasulullah SAW mengutusnya ke Madinah, hanya terdapat 12 orang muslim yang telah bai’at di bukit Aqabah. Tetapi beberapa bulan kemudian terjadi beberapa peningkatan orang-orang yang memenuhi panggilan Allah dan Rasul-Nya. Selama musim haji berikutnya umat muslim Madinah mengirim perwakilan sebanyak 70 orang laki-laki dan perempuan ke Mekkah untuk bertemu dengan Rasulullah SAW.
Mereka datang disertai dengan guru mereka dan duta Rasulullah SAW yaitu Mush’ab bin umair. Mush’ab telah membuktikan dengan keutamaan dan pikiran cerdasnya bahwa Rasulullah SAW mengetahui dengan pasti bagaimana memilih duta dan guru-gurunya.
Mush’ab memahami tugasnya dengan baik. Ia mengetahui bahwa tugasnya adalah menyeru kepada Allah dan rasul-Nya, ia menyeru orang-orang kepada jalan yang lurus. Sebagaimana Rasulullah SAW yang dipercayainya, ia tidak lebih sebagai penyampai pesan. Di madinah, mus’ab tinggal sebagai tamu di rumah As’ad bin Zurarah, dan keduanya sering mengunjungi kabilah-kabilah, rumah-rumah dan tempat pertemuan, membacakan ayat-ayat al-qur’an dari Allah serta menanamkan pengertian bahwa Allah adalah Rabb Yang Maha Esa.
Ia pernah menghadapi beberapa kejadian yang hampir merenggut juwa dan sahabat-sahabatnya, tetapi terselamatkan oleh kecerdasan akal dan kebesaran jiwanya. Suatu hari, ketika ia sedang mengajarkan islam kepada orang-orang, dikejutkan oleh kehadiran pemimpin kabilah ‘abd al-ashal yaitu usaid bin hudair, yang menantangnya dengan menghunuskan panahnya.
Usaid sangat marah dan benci terhadap Mus’ab yang berusaha memalingkan agama orang-orangnya dengan mengajarkan kepada mereka meninggalkan berhala-berhala dan mengatakan ide tentang hanya ada satu ilah yang berhak diibadahi yaitu Allah. Tuhan-tuhan mereka merupakan pusat penyembahan, di mana pun mereka memerlukannya meka mereka mengetahui dan melihat tempatnya dan memohon pertolongan kepadanya. Begitulah yang ada dipikiran dan dibayangkan oleh mereka.
Tetapi tuhan Muhammad, yang diserukan oleh mus’ab tidak ada yang mengetahui tempatnya dan tidak ada yang dapat melihatnya. Ketika kaum muslimin yang duduk di sekeliling mus’ab menjadi takut menyaksikan usaid bin hudair yang murka, mus’ab tetap tenang. Usaid berdiri di depan Mus’ab dan As’ad bin zurarah sambil membentak, “apa yang membuat kalian datang kemari? Apakah kalian hendak mengubah kepercayaan kami? Pergilah dari sini jika ingin selamat!”
Bagaikan tenangnya lautan, mus’ab mengatakan dengan halus: “kenapa anda tidak duduk dan mendengarkan dahulu? Jika anda menyukainya anda dapat menerimanya; dan jika anda tidak menyukainya, kami akan menghentikan apa yang tidak anda sukai!”
Allahu akbar! Bagaimana sebuah awal atau pembukaan yang baik akan berakhir dengan menyenangkan! Usaid sebenarnya seorang yang cerdas dan sekarang ia diajak mus’ab hanya untuk mendengar dan tidak yang lainnya. Jika ia berhasil meyakinkannya, maka ia akan menerimanya dan jika tidak maka mus’ab akan meninggalkan lingkungan dan kelompoknya untuk mencari lingkungan lain yang tidak merugikan atau tidak dirugikan kemudian usaid menjawabnya dengan mengatakan, “baik, cukup adil.” Dan ia menurunkan panahnya serta duduk mendengarkan.
Mus’ab lalu membacakan ayat-ayat al-qur’an, menjelaskan dakwah yang dibawa Muhammad bin abdullah, sedangkan kesadaran usaid bin hudair menjadi jelas dan bercahaya serta berubah seiring dengan untaian kata-kata yang diucapkan. Ia diliputi oleh keindahan. Ketika mus’ab selesai bicara, usaid bin hudasir menyeru keopadanya dan orang-orang di sekelilingya: “alangkah indah dan benarnya ucapan itu! Bagaimana ornag yang hendak masuk agama ini?” Mus’ab mengatakan, dengan mensucikan diri dan pakaiannya serta mengucapkan: “saya bersaksi tiada ilah yang haq kecuali Allah.”
Usaid kemudian pergi dan kembali dengan menuangkan air di kepalanya serta berdiri sambil menyatakan, “saya bersaksi tiada ilah yang haq selain Allah.”
Usaid kemudian pergi dan kembali dengan menuangkan air di kepalanya serta berdiri sambil menyatakan: “seya bersaksi tiada ilah yang haq selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya.”
Berita tersebut langsung tersebar dan sa’ad bin mu’ad datang untuk mendengarkan mus’ab sehingga ia merasa yakin lalu memeluk islam. Kemudian disusul oleh sa’ad bin ubadah.
Dengan masuknya mereka berdua ke dalam islam, penduduk madinah kemudian bertanya-tanya di antara mereka: “jika usaid bin hudair, sa’ad bin muadz dan sa’ad bin ubadah telah memeluk islam, apalagi yang kita tunggu? Ayo kita pergi ke mus’ab dan beriman bersamanya. Demi Allah, ia telah menyeru kepada kita kebenaran dan jalan yang lurus!”
Duta pertama nabi Muhammad  sukses tanpa tandingan. Keberhasilan yang wajar dsan layak diperolehnya.

Menjemput kesyahidan

Hari-hari dan tahun-tahun pun berlalu. Rasulullah dan para sahabat hijrah ke madinah dan orang-orang Quraisy merasa iri serta menyiapkan pengejaran terhadap hamba-hamba Allah yang saleh. Sehingga terjadilah perang badr dan mereka memperoleh pelajaran pahit seta kehilangan benteng. Setelah itu mereka mempersiapkan untuk melakukan balas dendam dan terjadilah perang uhud. Kaum muslim memobilisasi diri dan nabi Muhammad SAW berdiri di tengah-tengah umatnya untuk memilih siapoa yang sebaiknya membawa panji islam. Beliau lalu memanggil mus’ab dasn terpilihlah ia sebagai pembawa panji pasukan muslimin.
Peperangan terjadi dengan dahsyatnya. Pasukan panah tidak mematuhi perintah Rasulullah dengan meinggalkan posisinya di bukut setelah melihat seolah-olah orang musyrik telah dikalahkan dan menyerah. Tetapi tindakan mereka ini ternyata mengalihkan kemenangan kaum muslim menjadi kekalahan. Karena tanpa disadari pasukan berkuda Quraisy menyerbu dari puncak bukit sehingga menyebabkan banyak orang muslim terbunuh.
Ketika melihat pasukan umat muslim porak-poranda, kaum musyrik mengerahkan serangan kepada Rasulullah dengan maksud membunuhnya. Mus’ab menyaksikan ancaman tersebut, maka diacungkan bendera tinggi-tinggi dan berteriak: “Allahu akbar! Allahu akbar!” bagaikan raungan singa, ia berputar sambail melompat ke kiri dan ke kanan, bertempur dan membunuh para musuhnya. Maksudnya adalah untuk menarik perhatian musuh kepadanya sehingga mengalihkannya dari Rasulullah. Ia seolah-olah menjadi keseluruhan pasukan pada dirinya. Sungguh, mus’ab bertempur seorang diri bagaikan pasukan besar yang mengacungkan bendera dengan satu tangan, sedang tangan lainnya menebaskan pedang. Tetapi musuh semakin banyak jumlahnya yang ingin melewati jenazahnya sehingga dapat mencapai Rasulullah SAW.
Marilah kita simak situasi yang melukiskan saat-saat terakhir mus’ab bin umair yang agung. Ibn sa’ad berkata: ibrahim bin Muhammad bin sharhabil al-abdari dari bapaknya, ia berkata: “mus’ab bin umair pembawa panji di perang uhud. Ketika pasukan muslim terpencar, mus’ab tetap bereda di tempatnya sehingga datanglah seorang musuh berkuda yang bernama ibnu quma’ah. Ia menebas tangan kanannya tetapi mus’ab berkata, “Muhammad tiada lain hanyalah seorang rasul, yang sebelumnya telah didahului oleh beberapa rasul.” (Q.S Aliimron :144). Maka dipegangnya bendera dengan tangan kirinya dan menyandarinya. Ia menebas tangan kirinya hingga putus sehingga ia menyandar ke bendera dan melekatkan ke dada dengan kedua pangkal tangannya sambil berkata, “Muhammad tiada lain hanyalah seorang rasul dan sebelumnya telah didahului oleh beberapa rasul.” Lalu ia menyerangnya yang ketiga kali dengan tombak, sehingga mus’ab gugur dan panji pun jatuh.
Sungguh, ia telah gugur dalam keadaan syahid di usianya yang ke empat puluh . Ia gugur setelah berjuang dalam pertempuran hebat yang menuntut pengorbanan dan keimanan demi Allah SWT. Ia khawatir jika ia terbunuh akan menyebabkan kematian Nabi SAW. Karena tidak ada yang melindungi dan membela beliau. Tetapi ia menempatkan dirinya pada posisi seperti itu demi Nabi Muhammad SAW. Dilandasi oleh perasaan takut dan cinta terhadap nabi, setiap tebasan pedang dari musuh dilanjutkan dengan ucapan, “dan Muhammad tiada lain hanyalah seorang rasul dan telah didahului sebelumnya oleh beberapa rasul.” . Kalimat yang kemudian dikukuhkan sebagai wahyu setelah ia mengucapkannya berulang kali ( Q.S Ali imron : 144 ).
Setelah pertempuran sengit tersebut selesai, mereka menemukan jasadnya yang syahid terbaring dengan wajah menelungkup ke tanah, seolah-olah takut melihat jika bencana menimpa Nabi Muhammad SAW. Sehingga ia menyembunyikan wajahnya agar tidak melihat peristiwa yang ditakutinya tersebut. Atau mungkun ia malu, karena ia mati sebagai syuhada sebelum memastikan keselamatan Rasulullah dan sebelum selesai menunaikan tugas dalam memebela dan melindungi Rasulullah.
Rasulullah dan para sahabat datang meninjau medan poertempuran untuk mengucapkan perpisahan kepada para syuhada’nya. Ketika berhenti di tempat terbaringnya jasad mus’ab, nabi Muhammad meneteskan air mata.
Khabab bin al-arat melukiskan: “kami hijrah di jalan Allah bersama Rasulullah dengan mengharapkan pahala dan keridhaannya. Di antara kami ada yang telah wafat sebelum menikmati pahalanya di dunia ini sedikit pun dan salah satu di antaranya ialah mus’ab bin umair, yang telah syahid pada perang uhud. Ia pun tidak meninggalkan sesuatu salain sehelai kain yang telah sobek. Jika kami menutupi kepalanya dengan kain tersebut, maka kakinya tidak tertutup dan jika kami menutup kakinya maka kepalanya yang tidak tertutup. Rasulullah memerintahkan kepada kami: “tutuplah kepalanya dengan kain tersebut dan tutuplah kakinya dengan rumput jeruk (idzkhir).”
Betapa pun sedih dan dukanya Rasulullah atas kehilangan pamannya hamzah dan tubuhnya dirusak oleh orang musyrik hingga bercucuran air matanya; walaupun kenyataan medan perang dipenuhi oleh jasad para sahabatnya di mana semuanya melambangkan puncak kebenaran, kesucian dan cahaya; walaupun semua itu, tapi ia berdiri di hadapan jasad duta pertamanya, mengucapkan perpisahan dan meneteskan air mata. Sungguh Rasulullah berdiri di depan mus’ab dan matanya diselubungi oleh tetesan air mata, cinta dan kesetiaan sambil berkata: di antara orang-orang mukmin terdapat orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. ( Q.S Al Ahzaab : 23 ).
Kemudian beliau melihat dengan sedih kain yang ia selubungi lalu berkata: “ketika saya melihatmu di mekkah, tidak ada seorang pun yang berperhiasan mahal dan menandingi dirimu, dan sekarang kamu dengan rambut yang kusut hanya dibalut sehelai kain.” Kemudian Rasulullah melihat semua syuhada di medan perang dan bersabda: “Rasulullah akan menjadi saksi di hari kiamat bahwa kalian semua adalah syuhada di sisi Allah.” Lalu ia mengumpulkan para sahabat yang masih hidup dan berkata: “hai manusia, ziarahilah mereka, datangilah mereka dan ucapkanlah salam. Demi Allah, tidak seorang muslim pun sampai hari kaimat yang memberi salam kepada mereka kecuali mereka akan membalasnya.”

Jumat, 17 Desember 2010

Nasehat Imam Syafi'i rahimahulloh

Imam Asy-Syafi'i berkata:

Bertakwalah engkau kepada Allah SWT
Bayangkanlah akhirat selalu dalam kalbumu
Jadikanlah kematian selalu berada di pelupuk matamu
Dan janganlah engkau melupakan saat berdiri dihadapan-NYA
Jadikanlah (dirimu sebagai) orang yang malu kepada-NYA
Jauhilah larangan-larangan-NYA
dan kerjakanlah kewajiban-kewajiban-NYA
Tetaplah konsisten bersama kebenaran dimanapun kamu berada
Janganlah sekali-kali meremehkan kenikmatan yang diberikan Allah SWT kepadamu, kendati pun sedikit.

Sambutlah ia dengan rasa syukur.
Hendaklah diammu dalam keadaan berfikir,
ucapanmu berupa dzikir,
dan pandanganmu ditujukan untuk mengambil ibrah (pelajaran).

Maafkanlah orang yang berbuat aniaya kepadamu.
Sambunglah tali (kekerabatan) orang yang memutuskan hubungan darimu.
Bersikaplah dengan baik kepada orang-orang yang berbuat buruk kepadamu.
Bersabarlah terhadap berbagai musibah yang menimpamu
dan mohonlah perlindungan kepada Allah SWT dari neraka 

dengan bertakwa kepada-NYA.


Senin, 13 Desember 2010

Dan genggamlah bara itu...

Wahai diri…
Ketika keadilan telah sulit didapatkan
Ketika kedholiman telah jadi kebiasaan
Ketika dosa-dosa telah jadi kebanggaan
Ketika dunia telah jadi obsesi dan tujuan
Dan ketika kehidupan telah terasa asing
Bagi yang mempunyai mata hati
Maka berhentilah sejenak
Dan merenunglah..

Wahai diri…
Kemana engkau akan melangkah
Lihat dan pertajamlah mata hatimu
Hadapkanlah wajahmu lurus ke depan
Mulailah melangkah
Dan tetap terus melangkah
Diatas petunjuk dan cahaya Alloh
Maka genggamlah kebenaran itu
Walau dia lebih panas dari bara api
Walau dia akan menghancurkan dirimu

Wahai diri…
Bersabarlah diatas lelah dan penatnya tubuhmu
Diatas perihnya luka dan darahmu
Yakinlah bahwa yang diatas akan terus melihat
Maka janganlah putus hubunganmu denganNYA walau sesaat
Biarlah kakimu masih menginjak bumi
Tapi gantungkanlah selalu hati dan fikiranmu dilangit
Dan bersabarlah..
Bukankah kenikmatan dunia hanya sebentar
Yang kemudian akan kita tinggalkan
Ingatlah pesan Rosululloh padamu :
Bersabarlah engkau
Sampai engkau
Menemuiku di telaga….

Sabtu, 11 Desember 2010

Sepenggal do'aku

Ya Alloh…

Karuniakanlah kepada hambaMU ini

Hati yang bening, sebening embun

Yang dengannya mampu kuketahui selalu

Kekuranganku kepadaMU


Ya Alloh…

Karuniakanlah kepada hambaMU ini

Hati yang selalu ikhlas

Hati selalu puas hanya pada RidhoMU

Karena dengannya amal-amalku ditimbang

Tanpanya amalku hanya debu yang beterbangan


Ya Alloh…

Karuniakanlah kepada hambaMU ini

Hati yang selalu mencintaiMU

Mencintai apa dan siapa yang Engkau cintai

Cinta yang mengalir dalam darahku

Yang dengannya membuat keningku

Selalu sujud dan tunduk padaMU

Selalu rindu untuk berjumpa denganMU


Ya Alloh…

Karuniakanlah kepada hambaMU ini

Hati yang selalu ingat kepadaMU

Karena dengannya hati ini menjadi tenang

Hati yang selalu ridho atas segala ketetapanMU

Karena hanya Engkaulah yang lebih mengerti tentang diriku


Ya Alloh…

Karuniakanlah kepada hambaMU ini

Hati selalu mencintai ibadah kepadaMU

Hati yang bersemangat menyambut seruanMU

Hanya dengannya diri ini akan selamat

Menuju kepadaMU

Aamiin Ya Robbal Aalamiin

Kamis, 09 Desember 2010

Satu jam yang menentukan


Sadarkah engkau…

Betapa cepat waktu berlalu meninggalkanmu

Betapa singkat hidupmu di dunia ini

AlQur'an telah berkata

Ketika penghuni surga bercakap-cakap

Tidaklah kita hidup di dunia kecuali hanya sebentar

Seperti di waktu pagi atau sore hari


Sadarkah engkau…

1 hari akhirat adalah 1000 tahun dunia

1 jam adalah 42 tahun..

Ketika umurmu telah termakan masa baligh

Ketika itulah amalmu akan dihitung

Maka tinggal 1 jam umurmu yang berjalan

Itu jika umurmu mencapai 63 tahun


Sadarkah engkau…

Kebahagian dan keselamatanmu di akhirat

Sangat tergantung oleh kehidupan singkatmu didunia ini

Sangat tergantung oleh 1 jam yang menentukan

Ya… 1 jam yang menentukan

Untuk apa dia engkau gunakan


Sadarkah engkau…

Sesuatu yang dekat dengan diri ini

Sesuatu yang bahkan lebih dekat dari urat lehermu

Yaitu kematian…

Yang datangnya begitu mendadak

Maka gunakanlah tarikan nafasmu untuk beramal

Sebelum 1 jam mu berakhir…


Ya robbi…

Sinarilah aku dalam meniti jalanMU

Selamatkan aku dalam perjalanan ini

Sampai berjumpa denganMU…

Kamis, 25 November 2010

Cintanya Abu Dzar kepada Rosululloh SAW

Lembah Waddan adalah sebuah area penting yang terletak antara Mekah dan Syam, karena merupakan jalur perlintasan kafilah dagang yang strategis. Di lembah itulah tinggal suku Ghifar yang terkenal. Mereka hidup dari “pajak” yang dipungut pada setiap rombongan kafilah yang melintas, bahkan tak segan merampok kafilah yang tidak membayar sesuai ketentuan yang mereka tetapkan.Pada suatu masa, ada salah seorang anggota suku Ghifar yang mengalami kegelisahan luar biasa karena mendengar selentingan berita tentang nabi baru di kota Mekah. Jundub bin Junadah, nama anggota suku itu yang kemudian dikenal sebagai Abu Dzar, merasakan kegelisahan itu begitu bergelora sampai akhirnya mendorong dirinya berangkat ke Mekah untuk mendatangi langsung sumber beritanya. Singkat cerita, datanglah Abu Dzar ke kota Mekah dan langsung jatuh cinta dengan ajaran Muhammad pada pertemuan pertama.

Abu Dzar adalah orang kelima/keenam yang pertama-tama masuk Islam. Dialah orang yang berani memproklamirkan keislamannya di tengah keramaian kota Mekah. Alhasil, dirinya menjadi bulan-bulanan dipukuli warga Mekah waktu itu, sampai dilerai oleh Ibnu Abbas yang mengingatkan warga Mekkah bahwa Abu Dzar adalah warga Ghiffar yang akan menuntut balas jika mereka membunuhnya.

Abu Dzar sangat mencintai Rasulullah dengan segenap jiwa raganya. Suatu ketika, dalam perjalanan menuju perang Tabuk (9 H), Abu Dzar tertinggal karena lambatnya unta yang dikendarai. Karena semakin tertinggal dari rombongan Rasulullah, Abu Dzar memutuskan untuk berjalan kaki. Mengetahui hal tersebut, Rasulullah memutuskan berkemah di tempat terdekat. Lama mereka menunggu di tengah panas terik padang pasir, sampai akhirnya terlihat sesosok lelaki berjalan mendekat. Seorang sahabat berseru,

“Ya Rasul, itu Abu Dzar!!”

dan Rasulullah berkata,

“Semoga Allah mengasihi Abu Dzar, ia berjalan sendirian, akan meninggal sendirian, dan dibangkitkan kelak pun sendirian”.

Abu Dzar tiba dengan tubuh lemah dan pucat pasi karena kehausan. Rasulullah heran karena tangan Abu Dzar menggenggam sebungkus air minum.

“Kamu punya air tetapi kamu tampak kehausan?“, tanya sang Rasul.

“Ya Nabi Allah, di tengah jalan aku sangat kehausan sampai akhirnya menemukan air yang sejuk. Aku khawatir Nabi juga merasakan kehausan yang sama, maka tidaklah adil jika aku meminum air ini sebelum Nabi meminumnya” jawab Abu Dzar.

Subhanallah, begitu besar cinta Abu Dzar kepada sang Nabi.

Setelah Rasulullah wafat, Abu Dzar meninggalkan kota Madinah, untuk berdakwah dan mempertahankan nilai-nilai kehidupan dari kontaminasi kenikmatan dunia. Hidupnya semakin terkucil karena perbedaan pendapat dengan penguasa saat itu. Sabda Rasulullah tentang kesendirian Abu Dzar terbukti, ketika pada tahun 32 H, tiada yang menemani kepergiannya kecuali isteri dan anaknya. Menjelang meninggalnya, beliau berwasiat kepada isteri dan anaknya itu agar keduanya yang memandikan dan mengkafaninya.

Tatkala Abu Dzar meninggal, keduanya pun melakukan apa yang diwasiatkannya, lalu meletakkan beliau di pinggir jalan. Saat itu lewatlah Abdulah bin Mas’ud dan sekelompok rombongan dari Iraq untuk umrah. Mereka menemukan sebuah jenazah di pinggir jalan yang disampingnya ada seekor unta dan seorang anak yang berkata,

“Ini adalah Abu Dzar sahabat Rasulullah, maka tolonglah kami untuk menguburkannya”.

Maka, Abdullah bin Mas’ud pun menangis dan berkata,

“Sungguh telah benar Rasulullah, beliau bersabda bahwa Abu Dzar, dia berjalan pergi sendirian, dan meninggalpun dalam kesendirian, dan akan dibangkitkan dalam kesendirian pula”.

Itulah Abu Dzar Al Ghifari, yang dipuji oleh Rasulullah dalam sebuah sabdanya,

“Bumi tidak pernah menadah dan langit tidak pernah menaungi orang yang lebih jujur daripada Abu Dzar”

Semoga kita bisa mengambil hikmah dari catatan ini