Penempuh Jalan
Ya Robbi... Jadikanlah hari yang terindah bagiku adalah hari ketika aku berjumpa denganMU..dan jadikanlah amal terbaikku sebagai penutupnya.... Nasehat untuk hati, nasehat untuk jiwa... Blog ini aku persembahkan untuk siapa saja yang ingin merenungi hakekat kehidupan ini...
Rabu, 29 Oktober 2014
Sabtu, 03 Agustus 2013
TAMU ITU AKAN PERGI
Sabtu, 29 Oktober 2011
Mus'ab bin Umair, menjual dunianya untuk akhiratnya
Hari-hari dan tahun-tahun pun berlalu. Rasulullah dan para sahabat hijrah ke madinah dan orang-orang Quraisy merasa iri serta menyiapkan pengejaran terhadap hamba-hamba Allah yang saleh. Sehingga terjadilah perang badr dan mereka memperoleh pelajaran pahit seta kehilangan benteng. Setelah itu mereka mempersiapkan untuk melakukan balas dendam dan terjadilah perang uhud. Kaum muslim memobilisasi diri dan nabi Muhammad SAW berdiri di tengah-tengah umatnya untuk memilih siapoa yang sebaiknya membawa panji islam. Beliau lalu memanggil mus’ab dasn terpilihlah ia sebagai pembawa panji pasukan muslimin.
Peperangan terjadi dengan dahsyatnya. Pasukan panah tidak mematuhi perintah Rasulullah dengan meinggalkan posisinya di bukut setelah melihat seolah-olah orang musyrik telah dikalahkan dan menyerah. Tetapi tindakan mereka ini ternyata mengalihkan kemenangan kaum muslim menjadi kekalahan. Karena tanpa disadari pasukan berkuda Quraisy menyerbu dari puncak bukit sehingga menyebabkan banyak orang muslim terbunuh.
Ketika melihat pasukan umat muslim porak-poranda, kaum musyrik mengerahkan serangan kepada Rasulullah dengan maksud membunuhnya. Mus’ab menyaksikan ancaman tersebut, maka diacungkan bendera tinggi-tinggi dan berteriak: “Allahu akbar! Allahu akbar!” bagaikan raungan singa, ia berputar sambail melompat ke kiri dan ke kanan, bertempur dan membunuh para musuhnya. Maksudnya adalah untuk menarik perhatian musuh kepadanya sehingga mengalihkannya dari Rasulullah. Ia seolah-olah menjadi keseluruhan pasukan pada dirinya. Sungguh, mus’ab bertempur seorang diri bagaikan pasukan besar yang mengacungkan bendera dengan satu tangan, sedang tangan lainnya menebaskan pedang. Tetapi musuh semakin banyak jumlahnya yang ingin melewati jenazahnya sehingga dapat mencapai Rasulullah SAW.
Marilah kita simak situasi yang melukiskan saat-saat terakhir mus’ab bin umair yang agung. Ibn sa’ad berkata: ibrahim bin Muhammad bin sharhabil al-abdari dari bapaknya, ia berkata: “mus’ab bin umair pembawa panji di perang uhud. Ketika pasukan muslim terpencar, mus’ab tetap bereda di tempatnya sehingga datanglah seorang musuh berkuda yang bernama ibnu quma’ah. Ia menebas tangan kanannya tetapi mus’ab berkata, “Muhammad tiada lain hanyalah seorang rasul, yang sebelumnya telah didahului oleh beberapa rasul.” (Q.S Aliimron :144). Maka dipegangnya bendera dengan tangan kirinya dan menyandarinya. Ia menebas tangan kirinya hingga putus sehingga ia menyandar ke bendera dan melekatkan ke dada dengan kedua pangkal tangannya sambil berkata, “Muhammad tiada lain hanyalah seorang rasul dan sebelumnya telah didahului oleh beberapa rasul.” Lalu ia menyerangnya yang ketiga kali dengan tombak, sehingga mus’ab gugur dan panji pun jatuh.
Sungguh, ia telah gugur dalam keadaan syahid di usianya yang ke empat puluh . Ia gugur setelah berjuang dalam pertempuran hebat yang menuntut pengorbanan dan keimanan demi Allah SWT. Ia khawatir jika ia terbunuh akan menyebabkan kematian Nabi SAW. Karena tidak ada yang melindungi dan membela beliau. Tetapi ia menempatkan dirinya pada posisi seperti itu demi Nabi Muhammad SAW. Dilandasi oleh perasaan takut dan cinta terhadap nabi, setiap tebasan pedang dari musuh dilanjutkan dengan ucapan, “dan Muhammad tiada lain hanyalah seorang rasul dan telah didahului sebelumnya oleh beberapa rasul.” . Kalimat yang kemudian dikukuhkan sebagai wahyu setelah ia mengucapkannya berulang kali ( Q.S Ali imron : 144 ).
Setelah pertempuran sengit tersebut selesai, mereka menemukan jasadnya yang syahid terbaring dengan wajah menelungkup ke tanah, seolah-olah takut melihat jika bencana menimpa Nabi Muhammad SAW. Sehingga ia menyembunyikan wajahnya agar tidak melihat peristiwa yang ditakutinya tersebut. Atau mungkun ia malu, karena ia mati sebagai syuhada sebelum memastikan keselamatan Rasulullah dan sebelum selesai menunaikan tugas dalam memebela dan melindungi Rasulullah.
Rasulullah dan para sahabat datang meninjau medan poertempuran untuk mengucapkan perpisahan kepada para syuhada’nya. Ketika berhenti di tempat terbaringnya jasad mus’ab, nabi Muhammad meneteskan air mata.
Khabab bin al-arat melukiskan: “kami hijrah di jalan Allah bersama Rasulullah dengan mengharapkan pahala dan keridhaannya. Di antara kami ada yang telah wafat sebelum menikmati pahalanya di dunia ini sedikit pun dan salah satu di antaranya ialah mus’ab bin umair, yang telah syahid pada perang uhud. Ia pun tidak meninggalkan sesuatu salain sehelai kain yang telah sobek. Jika kami menutupi kepalanya dengan kain tersebut, maka kakinya tidak tertutup dan jika kami menutup kakinya maka kepalanya yang tidak tertutup. Rasulullah memerintahkan kepada kami: “tutuplah kepalanya dengan kain tersebut dan tutuplah kakinya dengan rumput jeruk (idzkhir).”
Betapa pun sedih dan dukanya Rasulullah atas kehilangan pamannya hamzah dan tubuhnya dirusak oleh orang musyrik hingga bercucuran air matanya; walaupun kenyataan medan perang dipenuhi oleh jasad para sahabatnya di mana semuanya melambangkan puncak kebenaran, kesucian dan cahaya; walaupun semua itu, tapi ia berdiri di hadapan jasad duta pertamanya, mengucapkan perpisahan dan meneteskan air mata. Sungguh Rasulullah berdiri di depan mus’ab dan matanya diselubungi oleh tetesan air mata, cinta dan kesetiaan sambil berkata: di antara orang-orang mukmin terdapat orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. ( Q.S Al Ahzaab : 23 ).
Kemudian beliau melihat dengan sedih kain yang ia selubungi lalu berkata: “ketika saya melihatmu di mekkah, tidak ada seorang pun yang berperhiasan mahal dan menandingi dirimu, dan sekarang kamu dengan rambut yang kusut hanya dibalut sehelai kain.” Kemudian Rasulullah melihat semua syuhada di medan perang dan bersabda: “Rasulullah akan menjadi saksi di hari kiamat bahwa kalian semua adalah syuhada di sisi Allah.” Lalu ia mengumpulkan para sahabat yang masih hidup dan berkata: “hai manusia, ziarahilah mereka, datangilah mereka dan ucapkanlah salam. Demi Allah, tidak seorang muslim pun sampai hari kaimat yang memberi salam kepada mereka kecuali mereka akan membalasnya.”
Jumat, 17 Desember 2010
Nasehat Imam Syafi'i rahimahulloh
Bertakwalah engkau kepada Allah SWT
Bayangkanlah akhirat selalu dalam kalbumu
Jadikanlah kematian selalu berada di pelupuk matamu
Dan janganlah engkau melupakan saat berdiri dihadapan-NYA
Jadikanlah (dirimu sebagai) orang yang malu kepada-NYA
Jauhilah larangan-larangan-NYA
dan kerjakanlah kewajiban-kewajiban-NYA
Tetaplah konsisten bersama kebenaran dimanapun kamu berada
Sambutlah ia dengan rasa syukur.
Hendaklah diammu dalam keadaan berfikir,
ucapanmu berupa dzikir,
dan pandanganmu ditujukan untuk mengambil ibrah (pelajaran).
Maafkanlah orang yang berbuat aniaya kepadamu.
Sambunglah tali (kekerabatan) orang yang memutuskan hubungan darimu.
Bersikaplah dengan baik kepada orang-orang yang berbuat buruk kepadamu.
Bersabarlah terhadap berbagai musibah yang menimpamu
dan mohonlah perlindungan kepada Allah SWT dari neraka
dengan bertakwa kepada-NYA.
Senin, 13 Desember 2010
Dan genggamlah bara itu...
Ketika keadilan telah sulit didapatkan
Sampai engkau
Sabtu, 11 Desember 2010
Sepenggal do'aku

Karuniakanlah kepada hambaMU ini
Hati yang bening, sebening embun
Yang dengannya mampu kuketahui selalu
Kekuranganku kepadaMU
Ya Alloh…
Karuniakanlah kepada hambaMU ini
Hati yang selalu ikhlas
Hati selalu puas hanya pada RidhoMU
Karena dengannya amal-amalku ditimbang
Tanpanya amalku hanya debu yang beterbangan
Ya Alloh…
Karuniakanlah kepada hambaMU ini
Hati yang selalu mencintaiMU
Mencintai apa dan siapa yang Engkau cintai
Cinta yang mengalir dalam darahku
Yang dengannya membuat keningku
Selalu sujud dan tunduk padaMU
Selalu rindu untuk berjumpa denganMU
Ya Alloh…
Karuniakanlah kepada hambaMU ini
Hati yang selalu ingat kepadaMU
Karena dengannya hati ini menjadi tenang
Hati yang selalu ridho atas segala ketetapanMU
Karena hanya Engkaulah yang lebih mengerti tentang diriku
Ya Alloh…
Karuniakanlah kepada hambaMU ini
Hati selalu mencintai ibadah kepadaMU
Hati yang bersemangat menyambut seruanMU
Hanya dengannya diri ini akan selamat
Menuju kepadaMU
Aamiin Ya Robbal Aalamiin
Kamis, 09 Desember 2010
Satu jam yang menentukan
Betapa cepat waktu berlalu meninggalkanmu
Betapa singkat hidupmu di dunia ini
AlQur'an telah berkata
Ketika penghuni surga bercakap-cakap
Tidaklah kita hidup di dunia kecuali hanya sebentar
Seperti di waktu pagi atau sore hari
Sadarkah engkau…
1 hari akhirat adalah 1000 tahun dunia
1 jam adalah 42 tahun..
Ketika umurmu telah termakan masa baligh
Ketika itulah amalmu akan dihitung
Maka tinggal 1 jam umurmu yang berjalan
Itu jika umurmu mencapai 63 tahun
Sadarkah engkau…
Kebahagian dan keselamatanmu di akhirat
Sangat tergantung oleh kehidupan singkatmu didunia ini
Sangat tergantung oleh 1 jam yang menentukan
Ya… 1 jam yang menentukan
Untuk apa dia engkau gunakan
Sadarkah engkau…
Sesuatu yang dekat dengan diri ini
Sesuatu yang bahkan lebih dekat dari urat lehermu
Yaitu kematian…
Yang datangnya begitu mendadak
Maka gunakanlah tarikan nafasmu untuk beramal
Sebelum 1 jam mu berakhir…
Ya robbi…
Sinarilah aku dalam meniti jalanMU
Selamatkan aku dalam perjalanan ini
Sampai berjumpa denganMU…
Kamis, 25 November 2010
Cintanya Abu Dzar kepada Rosululloh SAW
Abu Dzar adalah orang kelima/keenam yang pertama-tama masuk Islam. Dialah orang yang berani memproklamirkan keislamannya di tengah keramaian kota Mekah. Alhasil, dirinya menjadi bulan-bulanan dipukuli warga Mekah waktu itu, sampai dilerai oleh Ibnu Abbas yang mengingatkan warga Mekkah bahwa Abu Dzar adalah warga Ghiffar yang akan menuntut balas jika mereka membunuhnya.
Abu Dzar sangat mencintai Rasulullah dengan segenap jiwa raganya. Suatu ketika, dalam perjalanan menuju perang Tabuk (9 H), Abu Dzar tertinggal karena lambatnya unta yang dikendarai. Karena semakin tertinggal dari rombongan Rasulullah, Abu Dzar memutuskan untuk berjalan kaki. Mengetahui hal tersebut, Rasulullah memutuskan berkemah di tempat terdekat. Lama mereka menunggu di tengah panas terik padang pasir, sampai akhirnya terlihat sesosok lelaki berjalan mendekat. Seorang sahabat berseru,
“Ya Rasul, itu Abu Dzar!!”
dan Rasulullah berkata,
“Semoga Allah mengasihi Abu Dzar, ia berjalan sendirian, akan meninggal sendirian, dan dibangkitkan kelak pun sendirian”.
Abu Dzar tiba dengan tubuh lemah dan pucat pasi karena kehausan. Rasulullah heran karena tangan Abu Dzar menggenggam sebungkus air minum.
“Kamu punya air tetapi kamu tampak kehausan?“, tanya sang Rasul.
“Ya Nabi Allah, di tengah jalan aku sangat kehausan sampai akhirnya menemukan air yang sejuk. Aku khawatir Nabi juga merasakan kehausan yang sama, maka tidaklah adil jika aku meminum air ini sebelum Nabi meminumnya” jawab Abu Dzar.
Subhanallah, begitu besar cinta Abu Dzar kepada sang Nabi.
Setelah Rasulullah wafat, Abu Dzar meninggalkan kota Madinah, untuk berdakwah dan mempertahankan nilai-nilai kehidupan dari kontaminasi kenikmatan dunia. Hidupnya semakin terkucil karena perbedaan pendapat dengan penguasa saat itu. Sabda Rasulullah tentang kesendirian Abu Dzar terbukti, ketika pada tahun 32 H, tiada yang menemani kepergiannya kecuali isteri dan anaknya. Menjelang meninggalnya, beliau berwasiat kepada isteri dan anaknya itu agar keduanya yang memandikan dan mengkafaninya.
Tatkala Abu Dzar meninggal, keduanya pun melakukan apa yang diwasiatkannya, lalu meletakkan beliau di pinggir jalan. Saat itu lewatlah Abdulah bin Mas’ud dan sekelompok rombongan dari Iraq untuk umrah. Mereka menemukan sebuah jenazah di pinggir jalan yang disampingnya ada seekor unta dan seorang anak yang berkata,
“Ini adalah Abu Dzar sahabat Rasulullah, maka tolonglah kami untuk menguburkannya”.
Maka, Abdullah bin Mas’ud pun menangis dan berkata,
“Sungguh telah benar Rasulullah, beliau bersabda bahwa Abu Dzar, dia berjalan pergi sendirian, dan meninggalpun dalam kesendirian, dan akan dibangkitkan dalam kesendirian pula”.
Itulah Abu Dzar Al Ghifari, yang dipuji oleh Rasulullah dalam sebuah sabdanya,
“Bumi tidak pernah menadah dan langit tidak pernah menaungi orang yang lebih jujur daripada Abu Dzar”
Semoga kita bisa mengambil hikmah dari catatan ini